Female Self-Concept (Konsep Diri Perempuan)


Female Self-Concept
( Pembagian tugas yang bekenaan dengan peran dan posisi )
A.    LATAR BELAKANG
Pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia dinilai masih perlu mendapatkan prioritas utama oleh pemerintah Indonesia. Pembangunan tersebut tidak hanya terpacu pada laki-laki saja atau perempuan saja. Namun kenyataan yang ada menunjukkan bahwa perempuan masih cenderung dipandang sebelah mata dalam hal seperti ini. Pandangan masyarakat umum tentang peran perempuan masih sangat sempit. Mereka cenderung memandang wanita hanya sebagai ibu rumah tangga. Anggapan tersebut mungkin ada benarnya, namun perempuan juga mampu berperan ganda sebagaimana laki-laki pada umumnya. Perempuan juga memiliki kekuatan untuk bekerja dan berprofesi.
             Pada era seperti ini, perempuan bukan lagi mereka yang dikurung di rumah dan hanya diperbolehkan melakukan hal-hal yang berkaitan dengan rumah saja. Kaum perempuan telah diberikan kebebasan yang sama sebagaimana dengan kaum laki-laki. Perempuan memiliki kesempatan belajar yang sama dengan laki-laki, begitu juga dalam hal pekerjaan. Tidak sedikit perempuan yang mampu mengerjakan pekerjaan laki-laki pada umumnya, seperti mencangkul, menjadi tukang becak, dan banyak hal lainnya. Peran perempuan tersebut bukan tanpa alasan. Banyak alasan yang mungkin menjadi dorongan tersendiri bagi perempuan untuk memanfaatkan emansipasi yang telah didapatkannya.
            Menjadi Perempuan yang memilih bekerja diluar rumah, bukan berarti harus lepas dari tanggung jawab asalnya sebaga seorang ibu dan istri. Kesempatan yang dimiliki perempuan tersebut menuntutnya untuk berperan ganda dalam hidupnya. Hal ini membuktikan bahwa bukan tidak mungkin bagi perempuan untuk menjadi dan memiliki profesi tertentu. Meskipun banyak kendala yang nantinya akan dijumpai dalam peran gandanya tersebut. Secara tidak langsung perempuan harus menyadari bahwa dirinya memiliki kesempata yang sama dengan laki-laki, yang mungkin kesempatan tersebut dianggap terlalu sulit bagi perempuan.
Di sisi lain, sang perempuan harus tetap mempertimbangkan keputusannya untuk memilih peran ganda secara baik dan matang. Perempuan harus memperhatikan beban-beban, hambatan, serta tanggung jawab yang harus ditanggung jika ia memilih peran ganda tersebut. Namun, segala hambatan tersebut bukan menjadi alasan bagi perempuan untuk tidak berkarir atau berprofesi. Perempuan dengan kesadarannya harus tetap menjunjung tinggi emansipasinya melalui berbagai cara, antara lain melalui perannya dalam sektor publik.

B.   PEMBAHASAN
Ketika kita kaitkan dengan adanya dikotomi terhadap perempuan yaitu :
1.      Marginalisasi perempuan
2.      Subordinasi perempuan
3.      Stereotip
4.      Kekerasan terhadap perempuan
5.      Beban keja yang lebih berat dan panjang bagi perempuan
Ø  Beban kerja yang lebih berat dan panjang bagi perempuan
            Dalam hal ini tidak terjadi kesenjangan antara beban kerja perempuan dan laki-laki, karena antara ibu Idayanti dan pak Bambang memiliki peran dan posisi yang sama. Maksud dari peran dan posisi yang sama dalam hal ini adalah, yang pertama berkenaan dengan peran, peran keduanya adalah sebagai ibu dan ayah yang artinya sama-sama sebagai orang tua dari kedua anaknya artinya mereka mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam mengurus anak, juga dalam hal mengurus segala aktvitas dirumah mereka. Pembagian kerja cukup seimbang tidak ada pelimpahan tugas pada satu pihak.

Ø  Stereotip
Dalam hal ini sudah terjadi keseimbangan tidak ada lagi pelabelan yang menyatakan laki-laki bekerja disektor publik dan perempuan di sektor domestik hal ini terbukti dengan keduanya sama-sama memiliki pekerjaan yaitu sang istri sebagai ketua Forkom dan jurnalis sedangkan suami menjadi dosen keduanya berkontribusi untuk mensejahterakan kehidupan rumah tangga mereka. Jadi keduanya bekerja disektor publik namun sama-sama berperan dalam sektor domestik.
Ø  Subordinasi Perempuan
Dalam subordinasi perempuan kadang melahirkan marginalisasi perempuan, namun dalam kasus ini yang biasanya kita sering lihat adalah dimana kondisi saat laki-laki dan perempuan sama-sama bekerja biasanya pekerjaan perempuanlah yang akan dikorbankan sebesar apapun penghasilanya. Dalam hal ini tidak ada yang mengorbankan pekerjaan, karena keduanya saling mendukung dan memotivasi dalam hal karir, karena pada prinsipnya perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama atas pengembangan terhadap karirnya karena itu adalah yang melekat pada diri masing-masing dan tidak bisa dihentikan atau diambil alih oleh orang lain.
Kemudian ditilik kembali melalui lima dimensi :
1.      Dimensi kesejahteraan
2.      Dimensi Akses atas sumber daya
3.      Dimensi Kesadaran kritis
4.      Dimensi Partisipasi
5.      Dimensi Kontrol


Ø   Dimensi Kesejahteraan
Tolak ukur dalam dimensi kesejahteraan dapat dilihat dari terpenuhi atau tidaknya kebutuhan dasar dan sejauh mana kebutuhan dasar tersebut bisa dinikmati antara perempuan dan laki-laki.
Abraham Maslow membagi kedalam lima tingkatan kebutuhan dasar manusia:
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini adalah kebutuhan paling dasar yang dimiliki  manusia baik perempuan maupun laki-laki walau dalam bentuk yang berbeda    
2. Kebutuhan Akan Rasa Aman
3. Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang
4. Kebutuhan Akan Penghargaan
5. Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri
Keduanya sama-sama mempunyai kesempatan  dalam  mengaktualisasikan diri melalui profesi mereka masing-masing, tidak ada batasan diantara keduanya dalam berkarya untuk aktualisasi diri mereka dimasyarakat.
Ø  Dimensi Akses atas sumberdaya
Diketahui dengan mengukur akses terhadap modal, produksi, informasi, keterampilan dll.
Akses atas sumber daya juga bisa dirasakan oleh kaum perempuan peryantaan ini dikuatkan dengan adanya kesempatan yang sama dalam menerima modal produksi ketika ibu idayanti menjabat sebagai ketua Forkom ia mendapat bantuan dari pemerintah setempat dalam mengembangkan usahanya dalam rangka meningkatkan pemberdayaan perempuan melalui usaha rajutan. Bantuan ini bukan hanya berbentuk modal namun juga pelatihan-pelatihan khusus yang diberikan oleh UMKM dikecamatan tersebut untuk meningkatkan kemampuan dalam mengemas produk-produk agar memiliki nilai jual yang tinggi.
Ø  Dimensi Kesadaran kritis
Diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya upaya penyadaran terhadap adanya kesenjangan gender yang disebabkan faktor sosial budaya yang sifatnya bisa diubah, adanya angapan posisi sosial ekonomi perempuan berada dibawah laki-laki.
Jika ditinjau melalui dimensi ini posisi perempuan sudah bisa dikatakan hampir mendekati setara, alasan yang mendasari ini adalah keduanya memiliki posisi sosial yang sama, dengan masing-masing profesi yang mengahasilkan pendapatan untuk meningkatkan ekonomi dalam keluarganya.
Ø  Dimensi Partisipasi
Partisipasi ini menunjukan terwakili atau tidaknya tenaga kerja perempuan dalam wadah atau lembaga-lembaga yang terkesan elit.
Jika dilihat melalui dimensi partisipasi tenaga kerja perempuan sudah bisa mewakili dalam sebuah wadah,  hal ini terbukti dengan jabatan yang dipegang sebagai Ketua Forkom yang biasanya laki-laki yang selalu ditunjuk sebagai ketua namun sekarang perempuanlah yang menjadi ketua.
Ø  Dimensi Kontrol
Untuk mengethui ada tidaknya kesenjangan antara laki-laki dan perempuan terhadap alokasi kekuasaan pada segala bidang kegiatan.
C. Konsep diri perempuan
Kebanyakan perempuan memilih profesi sebagai wanita karir hanya untuk mengatasi permasalahan ekonominya saja, namun tidak menyelesaikan masalah dari keterpinggiranya diberbagai bidang kehidupan. Dalam keterpinggiran perempuan tak lepas dari struktur-struktur kebudayaan masyarakat dan penjaga tradisi (tafsir-tafsir keagamaan yang meminggirkan perempuan). Bahkan antara perempuan ada kecemburuan terhadap perempuan lain, ketika ada perempuan yang sukses. Melihat kondisi seperti ini maka yang diperlukan adalah konsep diri sebagai perempuan, bagaimana perempuan mampu melihat akar permasalahan dari keterpinggiranya secara holistik. Dalam hal ini bagaimana cara perempuan untuk bebas dari segala bentuk keterpinggiranya, maka perempuan harus memiliki capacity building hal ini bertujuan menjadi tameng bagi perempuan dalam menghadapi segala permasalah hidupnya dengan demikian apapun maslah yang datang kepadanya tidak mengoyahkan pendirianya. Perempuan harus memiliki kesadaran diri penuh bahwa dirinya sedang berada dibawah subordinasi laki-laki maka jangan bangga ketika kita dipenjara dalam sebuah rumah mewah dengan segala fasilitas yang seakan menina bobokan perempuan dan semakin membuat perempuan terlelap dari ketidak berdayaannya dan enggan untuk keluar dari situasi tersebut. Dengan lebih mengenali diri sendiri baik fisik maupun mental, kecendrungan-kecendrungan, sikap dan pendapat atas hidup mereka sendiri, mungkin bisa membuat perempuan mampu mengenali potensi-potensi yang ia miliki didalam dirinya dan tau bagaimana mengembangkan kemampuan yang ia miliki untuk menjadi suatu kekuatan besar bagi kaum perempuan.

D. KESIMPULAN
Pada prinsipnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dapat dicapai ketika ada keseimbangan antara hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan, yang mencakup kehidupan sosial budaya, ekonomi maupun politik. Gender bukanlah menjadi permasalahan ketika salah satu pihak tidak merasa dirugikan seperti layaknya menjadi wanita karir, hal ini bukanlah suatu kewajiban namun menjadi suatu pilihan dan dalam hal pilihan ia bebas menentukan bagaimana ia akan menentukan karirnya tanpa ada tekanan atau paksaan dari luar.
Menjadi wanita karir yang sudah berkeluarga bukanlah hal yang mudah karena akan ada banyak pilihan didalamnya terutama bagi perempuan, namun keduanya harus berkontribusi untuk kesejahteraan bersama dalam suatu rumah tangga. Berusaha menghilangkan pelabelan yang dikonstruksikan oleh sosial budaya yang telah berakar dalam kehidupan masyarakat yaitu laki-laki bekerja disektor publik dan perempuan bekerja disektor domestik yang natinya akan menjadi sekat-sekat pembeda yang mebuat perempuan terus berada dibawah subordinasi laki-laki.
Dalam diri Ibu Idayanti kita menemukan sosok yang mampu menjawab apa yang selama ini menjadi episentrum dalam pembahasan public terkait isu gender, beliau menunjukan bahwa perempuan juga mampu berbicara (action) banyak dalam tatanan masyarakat kita saat ini. Perempuan yang selama ini “dikesampingkan” dalam tatanan masyarakat, ternyata juga mampu menjadi orang-orang penting dalam bagian-bagian masyarakat.

Comments

Popular posts from this blog

Syarat uji korelasi

Pengantar Kesarinahan

Definisi konsep Perencanaan sosial